ucim |
Cangkilung
Memancing Masyarakat
Majalengka
– Dunia music saat ini sudah mulai merambah, baik dikalangan dewasa maupun anak
muda. Mulai dari genre music dangdut, pop, ataupun yang bergenre barat, saat
ini memang lagi digandrungi banyak orang terutama anak muda.
Namun,
ditengah maraknya musik-musik modern sekelompok
anak muda Majalengka justru mengambil genre music tradisional. Sebut
saja komunitas music karinding yang dimainkan oleh sekelompok anak muda dari
Majalengka.
Komunitas
karinding ini bernama karinding cangkilung. Karinding adalah alat music
tradisional sunda yang terbuat dari bambu atau pelepah aren. “Kalau dulu
terbuat dari pelepah aren, namun sekarang dibuat dari bambu” kata Muslim Abdurrahman
atau biasa di panggil ucim sebagai pencetus dibentuknya karinding cangkilung
ini.
Awalnya
Ucim tidak terpikir untuk membentuk grup karinding cangkilung ini. Namun,
setelah dia mendengar music karinding yang diikuti teman-temannya, Ucim merasa
tertarik untuk membuat grup ini.
“Awalnya
kita mendengar music-musik karinding dari grup karinding lain. Namum, lama
kelamaan kita berpikir bahwa kenapa hanya orang lain saja yang melestarikannya.
Kita pun ingin ikut andil melestarikannya. Maka dibentuklah karinding
cangkilung ini”, papar pria yang lahir 19 tahun lalu ini.
Ucim,
panggilan akrabnya, menyebutkan Nama karinding cangkilung diambil dari nama
ulat bambu. Ulat cangkilung ini biasanya dipakai untuk umpan memancing.
Sehingga, dirinya berharap dengan adanya grup karinding cangkilung ini bisa
memancing masyarakat untuk mengenal dan mencaintai musik sunda buhun ini.
“Kita
ingin karinding cangkilung ini bisa memancing masyarakat untuk mengenal dan
mencintai music sunda buhun. Seperti ulat cangkilung yang biasa dipakai untuk
memancing”, ungkapnya.
Komunitas
music ini menggunakan alat music utamanya adalah karinding dan celempung.
Tetapi, karinding cangkilung juga mengkolaborasikan alat music seperti suling
dari sunda, toleat sunda, saluang alat music dari padanga dan didgeridoo yang
berasal dari suku aborogin Australia.
“Sehingga
timbulanya suatu komposisi yang unik dan lebih berwarna” , ungkapnya.
Awal
pembembentukan karinding cangkilung ini, Ucim menyebutkan pada tanggal 1
Desember 2012 lalu. Dengan jumlah personil sebanyak 9 orang, tetapi Ucim
menyebutkan terkadang ada orang lain yang meminta untuk ikut bergabung.
“Ya
kita sih welcome saja, berarti dia
juga ingin melestarikan kebudayaan ini”, imbuh pria yang lulus dari SMA 2
Majalengka ini tahun 2013.
Personil
karinding cangkilung ini berasal dari temen-temen Ucim sendiri, dari SMA 2
Majalengka,SMK 1 negri SMK Korpri dan SMK PUI. Personil tersebut adalah Ucim
yang memegang karinding dan celempung, Asep atau biasa dipanggil Bulkon yang
memegang karinding dan celempung juga.
Kemudian
personil lain Aji atau Jinong, Eka atau Tuyul, Hilmi atau codet dan Ulun yang
memegang karinding. Deyan atau Bonong yang memegang celempung dan Perkusi,
Momon memainkan suling, saluang dan toleat. Ditambah kepin yang memainkan karinding
toel dan didgeridoo.
Karinding
cangkilung ini pernah tampil di beberapa acara, seperti di perpisahan SMK PUI
pada pertama kali. Kemudian di anniversary Kameradz (grup music punk), acara
peresmian Istrenan komunitas iket sunda majalengka, Buka bersama keluarga besar
kappal organisasi pecinta alam SMAN 2 Majalengka (Smandaka), STAI Majalengka
dengan kolaborasi Xati Zuku Magalu salah satu personil Summer of soul, dan ultah
kappal Samandaka.
“Terakhir
di acara Berbagi Untuk Bersama PAS gawe bareng OI”, kata pria yang sekarang
sudah kuliah di salah satu universitas di Bogor.
Karinding
cangkilung selain membawakan lagu tradisi pengiring rajah (ritual), tetapi
membawakan lagu kontemporer seperti lagu-lagu daerah, lagu nusantara dan
lagu-lagu lainnya. Seperti pada Penampilan
karinding Cangkilung di acara komunitas iket Sunda beberapa waktu lalu,
Karinding Cangkilung ini selain melantunkan lagu-lagu buhun juga berimprovisasi
mengiringi lagu pupuler seperti kabogoh jauh, Indonesia is my lovely country,
lagu batak sik sik dan Tanah Air Beta yang mendapat aplaus dari penonton.
Ucim
menambahkan karinding cangkilung ini tidak terpatok pada kunci nada yang statis
atau sama. Artinya mereka memainkan alat musik tersebut dengan music abstrak.
“Terkadang
ada yang mendengar seperti jazz, ada juga yang dengar rock. Ya kita sih gak
masalah, karena kita bermain music menggunakan rasa. Artinya kita main sesuai
dengan suasana sekitar”, tuturnya.
Ucim
berharap dengan dibentuk karinding cangkilung ini sesuai dengan tujuan awal ingin
memperkenalkan dan melestarikan budaya sunda yang hampir punah.
“Harapan
kita dengan dibentuknya karinding cangkilung ini masyarakat bisa mengenal dan
mengetahui alat music sunda karinding dan celempung yang hampir punah”, harapnya.
(dan)
Di ambil dari
berita Koran Rakyat Cirebon
(Radar grup) tentang komunitas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar