Senin, 26 Mei 2014



ucim
Cangkilung Memancing Masyarakat
Majalengka – Dunia music saat ini sudah mulai merambah, baik dikalangan dewasa maupun anak muda. Mulai dari genre music dangdut, pop, ataupun yang bergenre barat, saat ini memang lagi digandrungi banyak orang terutama anak muda.
Namun, ditengah maraknya musik-musik modern sekelompok  anak muda Majalengka justru mengambil genre music tradisional. Sebut saja komunitas music karinding yang dimainkan oleh sekelompok anak muda dari Majalengka.
Komunitas karinding ini bernama karinding cangkilung. Karinding adalah alat music tradisional sunda yang terbuat dari bambu atau pelepah aren. “Kalau dulu terbuat dari pelepah aren, namun sekarang dibuat dari bambu” kata Muslim Abdurrahman atau biasa di panggil ucim sebagai pencetus dibentuknya karinding cangkilung ini.
Awalnya Ucim tidak terpikir untuk membentuk grup karinding cangkilung ini. Namun, setelah dia mendengar music karinding yang diikuti teman-temannya, Ucim merasa tertarik untuk membuat grup ini.
“Awalnya kita mendengar music-musik karinding dari grup karinding lain. Namum, lama kelamaan kita berpikir bahwa kenapa hanya orang lain saja yang melestarikannya. Kita pun ingin ikut andil melestarikannya. Maka dibentuklah karinding cangkilung ini”, papar pria yang lahir 19 tahun lalu ini.
Ucim, panggilan akrabnya, menyebutkan Nama karinding cangkilung diambil dari nama ulat bambu. Ulat cangkilung ini biasanya dipakai untuk umpan memancing. Sehingga, dirinya berharap dengan adanya grup karinding cangkilung ini bisa memancing masyarakat untuk mengenal dan mencaintai musik sunda buhun ini.
“Kita ingin karinding cangkilung ini bisa memancing masyarakat untuk mengenal dan mencintai music sunda buhun. Seperti ulat cangkilung yang biasa dipakai untuk memancing”, ungkapnya.
Komunitas music ini menggunakan alat music utamanya adalah karinding dan celempung. Tetapi, karinding cangkilung juga mengkolaborasikan alat music seperti suling dari sunda, toleat sunda, saluang alat music dari padanga dan didgeridoo yang berasal dari suku aborogin Australia.
“Sehingga timbulanya suatu komposisi yang unik dan lebih berwarna” , ungkapnya.
Awal pembembentukan karinding cangkilung ini, Ucim menyebutkan pada tanggal 1 Desember 2012 lalu. Dengan jumlah personil sebanyak 9 orang, tetapi Ucim menyebutkan terkadang ada orang lain yang meminta untuk ikut bergabung.
“Ya kita sih welcome saja, berarti dia juga ingin melestarikan kebudayaan ini”, imbuh pria yang lulus dari SMA 2 Majalengka ini tahun 2013.
Personil karinding cangkilung ini berasal dari temen-temen Ucim sendiri, dari SMA 2 Majalengka,SMK 1 negri SMK Korpri dan SMK PUI. Personil tersebut adalah Ucim yang memegang karinding dan celempung, Asep atau biasa dipanggil Bulkon yang memegang karinding dan celempung juga.
Kemudian personil lain Aji atau Jinong, Eka atau Tuyul, Hilmi atau codet dan Ulun yang memegang karinding. Deyan atau Bonong yang memegang celempung dan Perkusi, Momon memainkan suling, saluang dan toleat. Ditambah kepin yang memainkan karinding toel dan didgeridoo.
Karinding cangkilung ini pernah tampil di beberapa acara, seperti di perpisahan SMK PUI pada pertama kali. Kemudian di anniversary Kameradz (grup music punk), acara peresmian Istrenan komunitas iket sunda majalengka, Buka bersama keluarga besar kappal organisasi pecinta alam SMAN 2 Majalengka (Smandaka), STAI Majalengka dengan kolaborasi Xati Zuku Magalu salah satu personil Summer of soul, dan ultah kappal Samandaka.
“Terakhir di acara Berbagi Untuk Bersama PAS gawe bareng OI”, kata pria yang sekarang sudah kuliah di salah satu universitas di Bogor.
Karinding cangkilung selain membawakan lagu tradisi pengiring rajah (ritual), tetapi membawakan lagu kontemporer seperti lagu-lagu daerah, lagu nusantara dan lagu-lagu lainnya. Seperti pada Penampilan karinding Cangkilung di acara komunitas iket Sunda beberapa waktu lalu, Karinding Cangkilung ini selain melantunkan lagu-lagu buhun juga berimprovisasi mengiringi lagu pupuler seperti kabogoh jauh, Indonesia is my lovely country, lagu batak sik sik dan Tanah Air Beta yang mendapat aplaus dari penonton.
Ucim menambahkan karinding cangkilung ini tidak terpatok pada kunci nada yang statis atau sama. Artinya mereka memainkan alat musik tersebut dengan music abstrak.
“Terkadang ada yang mendengar seperti jazz, ada juga yang dengar rock. Ya kita sih gak masalah, karena kita bermain music menggunakan rasa. Artinya kita main sesuai dengan suasana sekitar”, tuturnya.
Ucim berharap dengan dibentuk karinding cangkilung ini sesuai dengan tujuan awal ingin memperkenalkan dan melestarikan budaya sunda yang hampir punah.
“Harapan kita dengan dibentuknya karinding cangkilung ini masyarakat bisa mengenal dan mengetahui alat music sunda karinding dan celempung yang hampir punah”, harapnya. (dan)

Di ambil dari berita Koran Rakyat Cirebon (Radar grup) tentang komunitas

Reporter : Rimba permana <danrim14@gmail.com>


Tidak ada komentar:

Posting Komentar